Lontar -Lontar Tentang Hari Galungan

Om Swastyastu,
Semoga umat se-Dharma dalam keadaan sejahtera dan bahagia. Pada 10 hari yang lalu umat Hindu telah merayakan Hari Raya Galungan, sebagai tanda bahwa umat Hindu telah memenangkan Dharma (Kebenaran) melawan Adharma (Kebatilan). Nah...Besok kita akan merayakan hari raya Kuningan sebagai salah satu rangkaian dari Galungan. Tahukah saudara dari mana sumber perayaan Galungan dan Kuningan itu? Nah...sekarang saya akan berikan sumbernya.

1. Lontar Pararaton
Perayaan Galungan dalam suasana pesta sudah dilaksanakan sejak jaman dahulu di pulau Jawa. Lontar Pararaton mengungkapkan bahwa perayaan Galungan dalam suasana keramaian dengan atraksi adu lari dan adu ketangkasan perang.
Ketika Raden Wijaya dan rombongannya tiba dari Jawa dalam perjalanannya dari Madura bertepatan dengan hari Galungan. Dalam lontar disebutkan bahwa kedatangan mereka diterima dengan kasih sayang (kinasihan datengira ring daha amenangi galungan). Raja Jayakaton memberi perintah agar mereka melakukan atraksi adu ketangkasan (wongira sama kinon asasraman saking dalem). Dalam adu lari kekalahan diterima oleh orang-orang Jayakatong. Demikian adu ketangkasan. Semua kemenangan diraih oleh Rombongan Raden Wijaya. Seperti halnya Sora mengallahkan Kebo Mundarang, Ranggalawe mengalahkan Si Pangelet, Nambi mengalahkan Mahisa Rubuh. Setelah para menteri kerajaan berlari menyelamatkan diri maka atraksi perang pun usai. (kapalayu sang mantri daha dening wongira raden wijaya tan hana wani apulih anuli awusan).
Kitab Pararaton

2. Lontar Sri Jaya Kasunu
Raja Jaya Sakti berjasa dalam menata pelaksanaan upacara di Bali. Usaha penataan dilanjutkan oleh Raja Jaya Pangus atau lebih dikenal dengan Sri Jaya Kasunu. Perayaan Galungan dilaksanakan dalam rangka memohon keselamatan seluruh rakyat. Diingatkan bahwa sejak hari Radite Paing Dungulan semua orang patut melakukan upacara. Karena Sang Hyang Wisesa mulai turun dalam wujud Sang Kala Tiga. Maka mulai hari Soma Pon Dungulan disarankan semua masyarakat menenagkan hati dan menyucikan pikirannya dengan bersamadi. 

Pada hari Anggara Wage Dungulan dianjurkan untuk mempersembahkan tadah Kala kepada Sang Kala Tiga pada saat tengah hari. Disertai dengan persembahan Sesayut Galungan yang duselenggarakan di halaman rumah untuk memohon keselamatan. Pada sore hari dilakukan pemasangan Penjor dan malam harinya dilanjutkan menyalakan lampu di pintu gerbang. Perayaan Galungan diakhiri dengan mencabut Penjor pada Budha Kliwon Dungulan dengan upacara Panelas Galungan.

lontar

3. Lontar Sarining Galungan
Perayaan galungan dilakukan dengan kesucian hati. Dalam lontar Sarining Galungan diungkapkan bahwa persiapan dilakukan sejak dawuh lima dini hari dengan menyalakan Kakelik semacam lampu minyak sebagai alat penerangan dalam upacara membuat sesaji sebagai sarana inti merayakan Galungan.
Diawali dengan penyucian diri pada tengah malam menjelang Galungan dengan mandi besar (abesih sira ramuhun ri madhyaning latri).  Dilanjutkan dengan upacara memasak nasi. Pada saat air masakan nasi sedang melimpah dituangi air susu, madu, dan air gosokan cula badak (di maluab jakane pulangin empehan, madu asaban bahem warak). Setelah matang maka nasi tersebut merupakan persembahan inti dalam pelaksanaan Upacara Galungan (Sarining Galungan).

4. Lontar Sundarigama
Perayaan galungan dilakukan dengan hati suci. Dalam lontar Sundarigama dinyatakan bahwa Budha Kliwon Dungulan bernama Galungan sebagai hari penyucian pikiran (Budha Kliwon dungulan ngaran galungan kalinganya patitis ikang adnyana galang apadang). Mempersembahkan sesaji kepada para Dewa di tempat ibadah di rumah, tempat tidur, halaman, lumbung, dapur, pintu gerbang, tempat penjaga, pelinggih tugu, tempat ibadah di kuburan, desa, sawah, hutan, gunung dan laut.
Setelah banten galungan bermalam selama semalam pada Budha Kliwon Dungulan dilanjutkan penyucian diri pada pagi buta dan persembahyangan pada pagi hari (Ikang wwang kabeh pada anyuci laksana kala prabata amet we pawitra jamasakena nuli haturana puspa wangi).  Dilanjutkan dengan menerima air suci dan menikmati sisa persembahan setelah mempersembahkan segehan (mwah anadah kukuluh ring sanggar, asuguh ring sor, parid ikang banten).

Para pendeta dan orang bijaksana yang memahami filsafat patut melakukan yoga samadi pada hari Galungan dan melakukan renungan suci.
Demikian sedikit ulasan tentang lontar yang menjelaskan tentang Galungan. Semoga bermanfaat.

Galungan Kuningan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar