Akar Penyebab Kesengsaraan

PENYEBAB KESENGSARAAN
Di dalam perjalanan kehidupan, umumnya kita pernah mengalami kesengsaraan kehidupan, seperti mengalami banyak rintangan yang rumit, kegagalan, disakiti orang, kena tipu, mengalami sial, mengalami bencana dan banyak lagi lainnya. Akan tetapi ketika kita mengalami jalan kehidupan yang buruk, ketika ditipu orang, atau jatuh sakit, atau mengalami kecurian, atau mengalami sial, kita cenderung berpikir bahwa semua ini terjadi karena berbagai sebab yang berbeda-beda. 

Misalnya ketika kita jatuh sakit, kita mungkin akan berpikir bahwa semua ini akibat cuaca ekstrim, atau akibat makanan yang kita makan, atau karena gangguan ilmu hitam, ataupun karena sebab sebab lainnya. Ketika kita merasa resah-gelisah, merasa putus asa, merasa galau tanpa sebab, kita cenderung berpikir bahwa semua itu akibat kita mengalami gangguan metabolisme atau akibat kita terkena pengaruh energi buruk. Ini adalah berbagai analisa yang sangat sering muncul dalam pikiran kita. Menurut ajaran Hindu, ini merupakan ciri jelas bahwa kita tidak mampu mengenali akar penyebab sesungguhnya dari semua kejadian buruk ini. Semua mahluk ingin bahagia dan tidak ada yang mau menderita. Tapi banyak mahluk tidak menemukan kebahagiaan hidup karena salah paham terhadap pola dinamika alur kehidupan. Karena itu kita perlu meluaskan pikiran ke dalam masa-masa jutaan kali kita mengalami kelahiran-kematian dalam siklus samsara [kelahiran kembali yang berulang-ulang]. Dimana terdapat hukum alam semesta yang bernama hukum karma, hukum sebab-akibat kehidupan para mahluk yang saling berhubungan. Dimana semua kejadian buruk dalam kehidupan kita disebabkan oleh diri kita sendiri juga, karena akumulasi karma buruk kita sendiri.

Sesungguhnya semua analisa penyebab kesengsaraan yang kita simpulkan di awal tersebut hanyalah faktor kulit luar atau faktor pemicu saja, yang memicu buah karma [karma-phala] kita menjadi matang. Sedangkan akar dari semua pengalaman buruk ini disebabkan oleh karma kita sendiri yang tidak ada habis-habisnya, dari jutaan kehidupan sebelumnya sampai dengan disaat ini dalam siklus samsara. Segala kebahagiaan dan segala kesengsaraan yang terjadi dalam kehidupan manusia disebabkan oleh karma. Hukum karma mengatur sebab-akibat perbuatan para mahluk, dimana setiap tindakan kita akan membuahkan hasil atau buah karma [karmaphala].
Yang dimaksud dengan "tindakan" itu adalah pikiran, perkataan, dan perbuatan kita sendiri. Oleh karena ada satu tindakan, akan ada suatu akibat dari tindakan tersebut. Asubha karmaphala atau akumulasi karma buruk adalah yang membuat kehidupan kita mengalami rintangan dan kesengsaraan. Ini berlaku dalam semua bidang kehidupan. Misalnya contoh :
- Dalam urusan ekonomi, akumulasi karma buruk kita sendiri akan membuat kita mengalami kesulitan memperoleh rejeki. Kita cenderung menemui banyak masalah, halangan, kena tipu, kesulitan, ke-tidak-mampuan atau kegagalan.
- Dalam urusan kesehatan, akumulasi karma buruk kita sendiri akan membuat kita mudah sakit, kondisi fisik tidak bagus atau mengalami sakit yang berat.
- Dalam urusan hubungan asmara, akumulasi karma buruk kita sendiri akan membuat kita mendapat banyak kesulitan, konflik dan kegagalan di dalam mewujudkan jalinan asmara. Ataupun sering disakiti oleh yang menjadi pasangan kita.
- Dalam urusan religius, akumulasi karma buruk kita sendiri akan membuat kita sulit untuk berjodoh dengan guru spiritual yang asli. Serta sulit tersambung rapi dengan ajaran dharma yang terang dan membebaskan.
- Dsb-nya.

Umumnya sebagai manusia kita merasa takut dan ingin menghindar dari kesengsaraan, tapi yang sering terjadi kita malah semakin terjerumus pada peningkatan rasa takut dan kesengsaraan. Kita mendambakan kedamaian, tapi hal-hal yang kita lakukan justru membuat kita semakin resah dan jauh dari kedamaian. Karena umumnya pada sebagian besar kita manusia, ketika mengalami kesulitan dan kesengsaraan dalam hidup, reaksi kita yang muncul biasanya akan merasa heran, tidak terima, marah, protes atau bahkan mengamuk. Akibatnya kita tidak dapat melepaskan diri dari siklus karma-phala yang saling berkait-kaitan dan sambung-menyambung, serta sekaligus tidak bisa menghentikan siklus samsara. Penyebab utamanya karena kita tidak sepenuhnya menyadari akar permasalahan sesungguhnya. Kebingungan dan ke-tidak-bahagiaan.

Hukum karma secara esensial bisa dikatakan sebagai adanya akibat karena ada sebab. Segala hambatan dan kesengsaraan yang terjadi dalam kehidupan kita disebabkan oleh akumulasi karma buruk kita sendiri. Karena semuanya berasal dari diri sendiri, maka penyelesaiannya juga ada pada diri sendiri. Dan inilah yang selanjutnya akan dibahas di dalam buku ini, yaitu cara-cara untuk mengatasi-nya dan sekaligus mengubah hidup menuju kebahagiaan duniawi dan rohani.

Dalam perjalanan kehidupan ini manusia itu “svatantra katah”, yaitu mahluk yang sepenuhnya bebas, memiliki kehendak bebas dan sekaligus bertanggung jawab atas semua pilihan perbuatannya sendiri. Diri kita sendiri-lah yang sepenuhnya merancang dan menentukan jalan kehidupan kita sendiri. Kita memiliki peluang yang sangat besar untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup. Tergantung pilihan kita sendiri, bagaimana pilihan kita untuk bersikap dan bertindak dalam hidup ini adalah yang pada akhirnya akan menentukan kita memperoleh kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan hidup atau sebaliknya bertemu dengan kesengsaraan.

MENGUBAH HIDUP MENUJU KEBAHAGIAAN DUNIAWI DAN ROHANI
Jalan keluar atau penyelesaiannya dalam ajaran Hindu adalah dengan menjalankan dan melaksanakan tiga sadhana tri yadnya yang saling berkait-kaitan satu sama lain. Tri yadnya adalah tiga macam yadnya [persembahan suci] yang tidak berhubungan dengan upakara, yaitu melaksanakan jnana yadnya, melaksanakan tapa yadnya dan melaksanakan drwya yadnya. Tiga sadhana tri yadnya ini ketiganya harus dilaksanakan secara menyeluruh dengan ketekunan holistik. Kalau hanya melaksanakan satu atau dua saja dari tri yadnya tidak akan membuat kita mampu mengatasi dan melampaui tap athreya atau tiga bentuk kesengsaraan. Kita harus melaksanakan ketiganya secara bersama-sama, karena ketiganya saling berkait-kaitan satu dengan yang lain. Tidak hanya bergantung kepada satu sadhana saja, melainkan upaya kolektif dari setiap sadhana yang saling menopang, saling berkaitan dalam sebab, akibat dan kondisi.

1. Jnana Yadnya
Melalui praktek meditasi yang mendalam, perasaan-pikiran negatif atau kegelapan bathin perlahan-lahan berpisah dengan kesadaran. Artinya mulai ada ruang diantara perasaan-pikiran negatif dengan kesadaran. Semakin dalam dan tekun praktek meditasi-nya, semakin lebar ruang diantara keduanya. Hasilnya adalah kondisi dimana perasaan-pikiran negatif kita berhenti menjadi diktator menyeramkan bagi diri kita sendiri. Emosi kita menjadi stabil dan bathin kita menjadi tenang-seimbang, atau dengan kata lain samskara [kesan-kesan pikiran] menjadi jernih dan murni. Inilah jnana atau kesadaran. Tapi tentu saja karena ketidak-sempurnaan kita sebagai manusia, ditambah dengan derasnya gangguan-godaan kehidupan, walaupun kita sudah tekun praktek meditasi-nya kadang-kadang masih kembali terjadi perasaan-pikiran negatif lekat menjadi satu dengan kesadaran, sehingga pengalaman buruk seperti iri hati, marah, benci, dendam, serakah, galau, resah, sedih, rasa sakit, dsb-nya, terulang kembali. Namun jangan mudah putus asa. Teruskan, teruskan dan teruskan praktek meditasi-nya .

2. Tapa Yadnya

Sadhana kedua adalah tapa yadnya. Tapa berarti pengendalian diri. Tapa yadnya berarti yadnya [persembahan suci] berupa disiplin pengendalian diri. Melaksanakan tapa yadnya artinya MENJAGA DIRI
SENDIRI, dengan kata lain menghentikan diri kita sendiri membuat rangkaian karma buruk yang baru. Yang berarti mencegah diri kita sendiri terus-menerus membuat halangan dan rintangan karma buruk baru, yang dapat menyebabkan kita semakin jauh dan semakin jauh dari kebahagiaan hidup.
Karena orang yang sadar akan hakikat hukum karma akan berupaya “memotong” sebab utama yang menjadi sumber karma buruk dan perasaan-pikiran negatif, yaitu tindakan yang melanggar dharma. Karena orang yang sadar akan hakikat hukum karma, juga akan berupaya menjadikan dirinya seorang karma-gyani atau orang yang mengalir dengan karma-nya. Semua kejadian dalam kehidupan dipeluk dengan dengan keheningan dan welas asih. Termasuk ketika dia disakiti, dihina, ditipu, ketemu orang jahat, ketemu orang yang memperlakukan dengan tidak baik, kecelakaan, sakit keras, dsb-nya, dia sadar sehingga berkata ke diri sendiri, “saya sedang membayar hutang karma”. Dan bagi dia tidak usah menciptakan karma buruk yang baru dengan cara balik menyakiti, malah sebaliknya disambut dengan dengan keheningan dan welas asih. Dengan kata lain “memotong” akar penyebab yang menjadi sumber utama karma buruk.

3. Drwya Yadnya

Sadhana ketiga adalah drwya yadnya. Drwya berarti welas asih dan kebaikan. Drwya yadnya berarti yadnya [persembahan suci] berupa welas asih dan kebaikan kepada semua mahluk. Sikap yang penuh welas asih dan kebaikan kepada semua mahluk adalah yadnya atau persembahan suci yang tertinggi. Melaksanakan drwya yadnya artinya MENJADIKAN DIRI SENDIRI PENYEBAB KEBAHAGIAAN MAHLUK LAIN. Dengan kata lain mengembangkan sikap tidak mementingkan diri sendiri, dalam bentuk segala upaya perbuatan, perkataan dan pikiran yang menolong, membahagiakan atau memberi keuntungan bagi mahluk lain. Ini tidak lain berarti mengupayakan terjadinya pengikisan halangan dan rintangan karma buruk kita sedikit demi sedikit dengan cara terus-menerus berkarma baik, sehingga kelak terbukalah kebahagiaan di semua bidang kehidupan, baik duniawi maupun rohani, serta sekaligus membuka jalan lapang yang terang bagi kesadaran atman.

Untuk dapat melaksanakan drwya yadnya secara mendalam, terlebih dahulu kita harus merenungkan dan menyadari sedalamdalamnya bahwa karena kecenderungan sifat mementingkan diri sendiri [ahamkara, ke-aku-an, ego], kita cenderung kurang sadar bagaimana sebenarnya hakikat keberadaan semua mahluk. Kita tidak sadar bahwa semua mahluk juga tidak ada bedanya sama seperti kita, semuanya ingin bahagia dan tidak ada yang mau sengsara.

Semoga Bermanfaat.

Sumber : Buku Mengubah Hidup Menuju Bahagia Duniawi dan Rohani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar