KALI YUGA : Jaman Kehancuran

Hidup bukanlah penantian.  Hidup adalah perjuangan dan memotivasi diri untuk dapat melepaskan diri dari hidup yang memang dalam kelahiran adalah sengsara.  Hidup di dunia ini penuh dengan tantangan dan gejolak, di samping dipengaruhi oleh sifat dan perilaku yang berasal dari dalam diri kita sendiri (internal), yaitu: Sad Ripu, Sad Atatayi dan Sapta Timira, juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dari luar kita sendiri (external) seperti: 4 (empat) jaman/yuga/masa/era dunia yang disebut Catur Yuga, meliputi Krta Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga dan Kali Yuga.
Makna Kali Yuga
Kata Kali Yuga berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti keadaan yang penuh dengan pertentangan, perkelahian, percekcokan, bahkan pembunuhan, yang dipicu oleh kecurigaan, ketidakadilan, kebohongan dengan kekerasan, di mana kejujuran  sudah tidak ada tempatnya dan tersingkirkan, moral sudah terabaikan dan berganti dengan perburuan kepada “keagungan” material, saling berebut ruang dan tempat untuk identitasi diri dan melegalkan posisi diri pribadi di luar nilai etika dan moral holistik.  Mengedepankan kepentingan diri sendiri sifat egois (ahangkara), ingin menang sendiri, sedangkan surga dan moksa sudah jauh tereliminir dari benak manusia. Zaman Kali Yuga adalah zaman di mana keadaan tidak menentu, kacau atau tidak harmonis, bingung, dan pada saat yang sama penerapan ajaran agama mendapat porsi yang sangat sedikit. Pada kepustakaan Lontar Rogha Sanghara Bumi pada Lampiran I B, dalam terjemahan disebutkan zaman Kali (Kali Yuga) ditandai dengan peristiwa di mana para Dewa meninggalkan bumi dengan digantikan oleh para Bhuta menguasai bumi. Pada saat itu dunia mengalami kerancuan, ketidakharmonisan, malapetaka dan arah yang tidak menentu. Kali Yuga sesuai dengan yang diuraikan dalam Buku Slokantara Sloka 78 dan Kitab Kakawin Niti Çastra Sargah IV, antara lain:
Dalam Buku Slokantara Sloka 78 (176-182) tentang keutamaan dan sebutan lain Kali Yuga:
Di masa besar zaman Kali ialah pemberian itu yang diutamakan dan dihargai setinggi awan oleh masyarakat.  Oleh karena inilah, di zaman Kali ini orang-orang  jahat dan gila (tetapi kaya), tegasnya yang jahat dan rusuh itu sumber-sumber kehancuran, mereka menyakiti orang-orang baik. Zaman ini juga dinamai Zaman Besi, terbukti di mana-mana terjadi peperangan, kekerasan lawan kekerasan (besi lawan besi). Ulasannya:
Karena Kali Yuga itu merupakan masa kehancuran bagi budhi dan hati orang-orang saleh (pandita).  Masa ini ialah masa kegelisahan dan perasaan tidak aman di seluruh dunia, tidak ada kedamaian hidup.  Tingkatan pembasmian itu terus memuncak di zaman Kali dan semua dharma terbengkalai dan tergeletak di debu tidak dihiraukan. Nama Zaman Besi ini bukan diambil dari bahan-bahan senjata dan perkakas yang dibuat di waktu itu, melainkan adalah pencerminan dari sifat-sifat manusianya pada jaman-jaman tersebut.  Mulai dari manusia yang berhati sebaik emas, kemudian menjadi hati semulia perak, lalu merosot lagi senilai tembaga dan akhirnya menjadi sekeras besi yang nilainya jauh lebih rendah dibanding dengan logam-logam lainnya.
Dalam Kitab Kakawin Niti Çastra Sargah IV, Kakawin Wirama Dasar: Wirat, Kadang Wirama: Ragakusuma, 13-14 (31-32), tentang sifat, letak hidup, umur manusia dan panjang jaman Kali Yuga :
Dan zaman sekarang ini dimaksudkan dalam zaman Kali, saat mana ada-ada saja yang menjadi bahan perselisihan, bahan perkelahian selalu timbul kekerasan  dan dilawan pula dengan kekerasan, tidak ada manusia berhati emas, semua berhati besi untuk menghancurkan manusia lainnya, hidup teletak di sumsum tulang, umur manusia tinggal  100 tahun dan akhirnya umur manusia hanya tinggal ± 83 tahun (1.000 bulan) dan pada jaman penghabisan umur manusia di zaman Kali 40 tahunlah batas umur manusia.  Umur zaman Kali (Kali Yuga) atau Kalisangara ini panjang dan lamanya sampai 1.111 tahun.
Tanda-Tanda Kali Yuga
Tanda-tanda Kali Yuga sesuai dengan yang diuraikan dalam Kitab Kakawin Niti Çastra Sargah IV dan  Kitab Korawaçrama (susunan J. L. Swelengrobol) pada Muka 52-54 dan Muka 64-66 Buku Slokantara Sloka 78, antara lain:
Dalam Kitab Kakawin “Niti Çastra” Sargah IV, Kakawin Wirama Dasar: Wirat, Kadang Wirama: Ragakusuma 7-11 (28-31), tanda-tanda zaman Kali/Kali Yuga, di antaranya sebagai yang diterangkan di atas, yaitu:
Mengutamakan kekayaan. Semua orang-orang saleh, para perwira, para cendekiawan, para pendeta pada mengabdi di kaki orang kaya.  Ajaran-ajaran agama diabaikan atau diputar balikan dan dijadikan alat untuk mencapai cita-citanya.  Golongan rendah menghina atasnya sampai kepada raja (kepala negara/raja) karena memang mereka itu tidak pantas dihargai lagi.  Dan sebaliknya, raja-raja yang telah dihina itu, menghina para pendeta, karena para alim ulama yang juga tidak dapat dihargai lagi.  Mereka tidak lagi menepati menepati rukun dan aturan-aturan agama.  Dunia tidak lagi menjadi suci lagi.  Krisis akhlak menjadi merajalela.  Tidak ada tinggi rendah semua golongan mengaku pandai berbudi dan taat pada agama.  Jika mereka diangkat pendeta, atau menjadi pemimpin agama, segala perbuatannya tidak lain dari menurunkan, menjatuhkan nama baik agama, bahkan masyarakatpun mendapat hasutan bahwa agama itu adalah candu rakyat. Mereka saling meninggikan diri, suka berkelahi dan memperebutkan kedudukan tinggi.  Mereka sampai lupa pada diri sendiri, Contoh: kami ini orang Belanda tetapi berkulit hitam. Mereka berperang dengan saudara sebangsa dan setanah air dengan mencari perlindungan pada musuh. Contoh pemberontakan-pemberontakan terhadap negara. Benda-benda suci dirusakkan, tempat-tempat suci dicemarkan, antara lain tempat-tempat suci dipakai untuk berjudi dan tempat pelacuran. Orang-orang yang dermawan menjadi miskin dan terpaksa tidak memberi apa-apa dengan tidak pakai bunga.
Dalam Kitab “Korawaçrama” (susunan J. L. Swelengrobol) pada Muka 52-54 dan Muka 64-66, bahwa tanda-tanda Jaman Kali/Kali Yuga, yang antara lain dikatakan:
Orang-orang kikir dan licik menjadi kaya. Penjahat-penjahat panjang umurnya, tetapi orang-orang berbudi dan saleh cepat matinya, lekas meninggalkan dunia yang penuh dengan kegelapan dan kebejatan.  Tingkah laku hina dianggap utama,  kebiasaan menghadang di jalan itu dianggap pemberani. Kebodohan dianggap kebijaksanaan karena kebijaksanaan dianggap kebodohan.
Dalam Buku “Menggantang Hidup Di Jaman Kali Yuga” oleh I Nengah Merta (Cetakan Pertama Januari 2009), tanda-tanda zaman Kali/Kali Yuga akibat kekuatan alam, seperti:
Gempa: apalagi Indonesia, di mana akan terjadinya gempa dilihat dari Sumatera sampai ke Indonesia bagian Timur, bahkan muaranya di Lautan Pasifik (gempa tektonik dan gempa geotektonik). Gunung meletus: terus meningkat jumlahnya melihat maraknya gunung api yang seakan-akan dikomando untuk membawa manusia ke kolam penderitaan. Angin topan: seperti pangin puting beliung, durian, tepan mitag dan lain sebagainya yang dilahirkan oleh pemanasan global. Banjir dan tanah longsor: gempa, gunung meletus, angin topan termasuk banjir merupakan isyarat Tuhan, adalah fenomena alam yang patut dideteksi guna meminimalkan bahaya yang harus dihadapi. Meningkatnya panas bumi: diprediksi bahwa meningkatnya panas bumi diakibatkan emisi karbon tidak dapat terserap sebagai mana mestinya (proses asimilasi). Air laut naik: masalah pemanasan global menjadikan bongkahan es di kutub turut berbicara dengan reaksi eksklusif berlomba-lomba mencairkan diri yang berakibat volume air laut naik yang akan merendam sebagian besar daratan dan dapat menenggelamkan beberapa pulau di kawasan dunia. Timbulnya keajaiban dalam kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan, seperti: kelahiran anak ayam berkaki tiga., anak babi lahir bermuka seperti muka manusia, sedangkan dalam alam tumbuh-tumbuhan keajaiban itu terlihat pada pohon yang mengeluarkan air seperti hujan gerimis, tumbuhnya bunga Raflesia di beberapa tempat, pohon pisang berbuah menyerupai buah nangka (sesuai kejadian-kejadian yang disiarkan oleh TV maupun berita-berita di radio).
Oleh karena ulah manusia itu, kini bukan saja merasakan tetapi sudah dapat dipengaruhi oleh suka dan duka itu, maka mulailah terjadi pembohongan (para koruptor/penjahat/pembunuh melakukan pembohongan publik), tidak setia pada apa yang diucapkannya dan karena kegoncangan dalam hati itu, goncang pulalah hidup dan jiwanya. Yang perlu mendapat perhatian dalam kehidupan di dunia ini adalah bahwa kondisi pada pengaruh keempat zaman terutama zaman Kali senantiasa ada, dan seberapa porsi pengaruh pada diri manusia tergantung pada perilaku manusia itu sendiri karena manusia merupakan pelaku utama terhadap keadaan harmoni maupun disharmoni pada diri manusia terdapat sifat Dewa maupun Kala.
PENERAPAN AGAMA HINDU DI JAMAN KALI YUGA
Penerapan Agama Hindu di Jaman Kali Yuga dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
Secara Umum Sesuai Ajaran Tata Susila
Susila berarti peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia.  Tujuan tata susila ialah untuk membina perhubungan yang selaras atau perhubungan yang rukun antara seseorang (Jiwatma) dengan makhluk hidup di sekitarnya, perhubungan yang selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat itu sendiri antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antara manusia dengan alam sekitarnya.  Secara umum penerapan Agama Hindu di zaman Kali Yuga sesuai ajaran tata susila (Tri Kaya Parisudha) adalah sebagai berikut:
 Bhakti
Bhakti / kasih sayang yang murni kepada Tuhan (Çiwa). hal ini dapat dilakukan dengan mengucapkan/mengumandangkan nama suci Tuhan antara lain dengan menyebutkan nama aksara sucinya “om namah siwaya” diucapkan melalui lahir bhatin secara berulang- ulang. Rasa bhakti ini tidak hanya dilakukan ketika berada di pura, tetapi dapat dilaksanakan pada tempat lainnya setiap saat.
Tresna
Sikap bersahabat dengan orang lain/kasih sayang.
 Asih
Bersikap welas asih pada semua makhluk, hal ini dapat dilakukan dengan cara berperilaku yang baik, bahwa pada prisipnya kita tidak beda dengan yang lainnya. Hal ini ditegaskan dalam Kitab Suci Weda yang dinyatakan dalam satu kalimat sutra yaitu Wasudewa kutumbhakam, yang artinya: semua mahluk berasal dari satu sumber yaitu Tuhan (Vasudeva) ; semua mahkluk adalah saudara.
Jujur dan transparan
Berani berkata jujur, apa yang kita dapat dari tidak benar dan bukan hak kita, maka kita akan hancur (katiben kesengsaran).
Banyak bersyukur
Lontar Agastya Parwa
Dalam kepustakaan Lontar Agastya Parwa disebutkan 3 (tiga) bentuk perilaku untuk mewujudkan harmoni di jagat raya ini serta jalan menuju nirvana (sorga) antara lain:
1. Tapa, melakukan pengendalian diri baik fisik maupun mental.
2. Yajna, melaksanakan agnihotra yang utama, yaitu pemujaan kehadapan Sang Hyang Siwāgni (Tuhan Yang Maha Esa), sesuai Satwika Yadnya.
3. Kerthi, melaksanakan pelayanan yang direalisasikan dalam bentuk membangun tempat pengobatan (apotik, klinik dan rumah sakit), membangun tempat suci/pura/candi/, tempat peristirahatan, mengelola tanah dengan baik/bercocok tanam (bertani), mengelola air minum dan kepentingan pengairan (pancuran) dan membuat penyimpanan air, kolam, waduk, bendungan (telaga).
Yang pasti hanya dengan menatap dalam-dalam jasa agama (spirit of the religi) melalui kitab suci Weda, yang merupakan sabda Tuhan dan berintikan kebenaran abadi dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh manusia. Demikianlah hendaknya manusia di dalam zaman Kali ini, dalam perbuatan dan langkah termasuk perkataan seharusnya selalu dipertimbangkan ke visi dan misi agama sebelum dijalankan demi damai (shanti)  yang dialaminya dan berakhir dalam pelukan “ Moksartham Jagatdhita Ça Iti Dharma”.

2 komentar:

  1. Om Swastiastu
    Om Awighnamastu namo sidham

    Artikelnya becik mengupas Jaman Kali Yuga yang dipercaya umat sedang berlangsung saat ini. Dari segi sumber2 sangat jelas disampaikan, demikian juga dengan cara bagaimana umat dapat bertahan dari kehidupan ini.
    Termasuk pula bencana alam, tingkah laku manusia, lalu apakah tingkah laku Orang Bali yang menjadi Makelar tanah, Menjual Tanah Bali termasuk didalam ramalan Kali Yuga ? bagaimana cara mengatasinya ??

    suksma
    Om Santih Santih Santih Om

    BalasHapus
  2. yuk bantu saudara-saudara kita yang menjadi korban gempa dengan cara berdonasi gempa aceh semoga para korban diberi ketabahan dan kesabaran.

    BalasHapus